Minggu, 20 Mei 2012

BAB II : latar Belakang Pendidikan



2.1 Manusia
Manusia adalah makhluk yang mempunyai akal pikiran yang selalu meragukan terhadap segala hal yang dilihatnya.Dalam menghadapi seluruh kenyataan hidupnya, manusia kagum terhadap pancaindranya karena kemampuan pancaindra merekam realitas dunia yang materil. Akan tetapi, dibalik semua itu, manusia ragu-ragu terhadap cara kerja pancaindranya karena ia sering tertipu oleh cara pandangnya sendiri. Dalam keadaan demikian, manusia mulai menyingsingkan kesempurnaannya dan mulai menyadari keterbatasannya .
Kesadaran terhadap alat pikir dan pancaindra membawa manusia pada upaya dan usaha yang bertujuan agar hasil pemikirannya dapat diakui oleh orang lain dan memberikan manfaat untuk kehidupan masyarakat. Manusia adalah makhluk yang selalu serba ingin tahu terhadap sesuatu. Manusia adalah makhluk yang mengejar kesempurnaan. Manusia adalah makhluk yang mengejar kebahagiaan. Manusia adalah makhluk penggali pengetahuan. manusia adalah makhluk yang multirasional. Dan ide-ide pengetahuan berkembang disebabkan oleh pola pikir manusia yang tidak pernah merasakan kepuasan dalam meraih pengetahuan.
2.2 Pemikiran filsafat pendidikan menurut Sokrates
Sokrates (470 - 399 SM). Adalah seoarang filsuf yunani yang lahir sebagau warga atena pada era keemasan kota itu ia lahir dari seorang ibu yang berprofesi sebagai bidan dan ayahnya berprofesi sebagai pemahat patung. semasa muda ia mempelajari pelbagai filsafat yang yang sedang menjadi mode pada waktu itu, yakni para filsuf pra-sokrate. Dan sokrates juga orang yang pertama kali menggunakan kata Philosop. Alasannya adalah pertama karena kerendah-hatian dia. Meskipun ia seorang yang pandai. Tapi ia lebih memilih untuk disebut pecinta pengetahuan. Kedua, pada waktu itu, di yunani terdapat beberapa orang yang menganggap diri mereka orang pandai (shopis). Mereka pandai bersilat lidah, sehingga apa yang mereka aggap benar adalah benar. Jadi kebenaran tergantung apa yang mereka katakan. Kebenaran yang rill tidak ada. Akhirnya pada diri manusia waktu itu terjangkit sikap sekeptis, artinya mereka ragu- ragu terhadap suatu, karena mereka menganggap benar belum tentu benar dan kebenaran tergantung orang-orang shopis. Dalam hal seperti ini, sokrates merasa  perlu membangun kepercayaan kepada diri manusia bahwa kebenaran itu ada dan tidak harus tergantung kepada kaum shopis. Dan socrat juga merupakan seorang filsuf yang aktif bertannya.
Socrates tidak pernah menuliskan filosofinya. Jika ditilik benar-benar, ia malah tidak mengajarkan filosofi, melainkan hidup berfilosofi. Bagi dia filosofi bukan isi, bukan hasil, bukan ajaran yang berdasarkan dogma, melainkan fungsi yang hidup. Filosofinya mencari kebenaran. Oleh karena ia mencari kebenaran, ia tidak mengajarkan. Ia bukan ahli pengetahuan, melainkan pemikir.
Oleh karena Socrates tidak menuliskan filosofinya, maka sulit sekali mengetahui dengan kesahihan ajarannya. Ajarannya itu hanya dikenal dari catatan-catatan murid-muridnya, terutama Xenephon dan Plato. Catatan Xenephon kurang kebenarannya, karena ia sendiri bukan seorang filosof. Untuk mengetahui ajaran Socrates, orang banyak bersandar kepada Plato. Dalam uraian-uraian Plato, yang kebanyakan berbentuk dialog, hampir selalu Socrates yang dikemukakannya. Ia memikir, tetapi keluar seolah-olah Socrates yang berkata.
Tujuan filosofi Socrates ialah mencari kebenaran yang berlaku untuk selama-lamanya. Di sini berlainan pendapatnya dengan guru-guru sofis, yang mengajarkan, bahwa semuanya relatif dan subyektif dan harus dihadapi dengan pendirian yang skeptis. Socrates berpendapat, bahwa kebenaran itu tetap dan harus dicari.
Dalam mencari kebenaran itu ia tidak memikir sendiri, melainkan setiap kali berdua dengan orang lain, dengan jalan tanya jawab. Orang yang kedua itu tidak dipandangnya sebagai lawannya, melainkan sebagai kawan yang diajak bersama-sama mencari kebenaran. Kebenaran harus lahir dari jiwa kawan bercakap itu sendiri. Ia tidak mengajarkan, melainkan menolong mengeluarkan apa yang tersimpan di dalam jiwa orang.
Oleh karena Socrates mencari kebenaran yang tetap dengan tanya-jawab sana dan sini, yang kemudian dibulatkan dengan pengertian, maka jalan yang ditempuhnya ialah metode induksi dan definisi. Kedua-duanya itu bersangkut-paut. Induksi menjadi dasar definisi.
2.3 Pemikiran Filsafat Pendidikan Menurut Plato
Plato (427 – 347 SM) adalah seorang filsuf yunani yang sangat berpengaruh dan merupakan murid dari sokretes dan guru dari Aristoteles. Plato membahas filsafat dengan dialektik, yaitu metode dialogis. Tukoh utama yang diperankan plato dalam dialog tersebut adalah Socrates, sebagai orang yang mengajukan pertanyaan – pertanyaannya di sudut kota Athena. Plato hidup hingga separo abad setelah kematian sokrates, dan meninggal pada usia 81. Selama masa hidupnya ia telah menerbitkan sekitar 2 lusin dialog. Mulai dari 20 halaman sampai 300 halaman menurut ukuran cetakan yang lazim sekarang. Dialog yang paling terkenal adalah Republik, yaitu tentang hakikat keadilan dan cetak biru Negara ideal, dan symposium telaah tentang hakekat cinta.
Semua karya yang di tulis plato adalah dialog. Kecuali surat-surat dan apologia. Tetapi tentang karangan terakhir ini tidak jauh beda dengan dialog. Dalam karya ini plato menuliskan tentang pembelaan sokrates membela diri di hadapan hakim- hakimnya dan semua warga Negara Athena dan plato adalah filsuf pertama dalam sejarah filsafat yang memilh dialog sebagai satra untuk mengekspresikan pikiran-pikirannya. Sesudahnya bentuk ini sering kali akan di tiru lagi, biak masa kuno maupun masa modern. Plato termasyhur terutama karena teorinya tentang bentuk – bentuk atau ide-ide. (di sini, kata bentuk dan ide ditulis dengan huruf besar membuat jelas bahwa kdua kata itu sedang di gunakan dalam pengertian plato).
Ketika sokrates bertanya “Apa itu keindahan” atau “Apa itu keberanian?”, ia tidak menginginkan penjelasan tentang definisi kata, melainkan ia hendak menemukan hakikat dari suatu entitas abstrak yang ada. Ia memandang entitas-entitas itu bukan sebagai sesuatu yang berada di suatu tempat atau pada waktu tertentu. Melainkan sebagai suatu yang memiliki eksistensi universal yang tidak bergantung pada ruang dan waktu. Suatu benda yang indah yang kita jumpai di sekitar kita dan tindakan berani yang di lakukan seseorang selalu berlangsung singkat, namun mereka mengambil bagian hakikat keindahahan sejati atau keberanian sejati. Inilah ideal-ideal yang tak dapat punah, yang memiliki eksistensinya sendiri.
Teori yang tersirat tentang sifat moral dan nilai – nilai itu lalu digeneralisasi oleh plato terhadap seluruh realitas. Segalanya di dunia, tanpa kecuali, hannya bersifat sementara saja, sekedar salinan yang fana dari suatu yang bentuk idealnya (dari sini lah asal usul istilah ideal dan bentuk) memiliki eksistensi yang permanen  dan tak dapat ruasak di luar ruang dan watu.
2.3 Pemikiran Filsafat Pendidikan Menurut Aristoteles
Aristoteles (384-322 SM) menjadi terkenal karena metode silogisnya atau logikanya. Menurut aristoteles mengemukakan bahwa pendidikan yang baik adlah pendidikan yang mempunyai tujuan untuk kebahagiaan. Dan dengan menggabungkan pembenaran dan penyangkalan di antara tiga terma, sebuah kesimpulan yang meyakinkan dapat diperoleh dengan metode ini. Jika dua terma secara terpisah membenarkan terma ke 3, dapat disimpulkan bahwa kedua kedua terma tersebut saling membenarkan satu sama lainnya. Akan tetapi bilamana hannya satu terma yang membenarkan terma ketiga, terma pertama dan kedua saling menyangkal satu sama lain.
Aristoteles merangkai semua kombinasi yang mungkin terjadi dan merumuskan hukum – hukum untuk mengatur kombinasi – kombinasi tersebut. Metode ini menjernihkan dan membuang keraguan jalan pikiran atas dasar hubungan antara tiga terma. Metode ini yang diciptakannya ini pada akhirnya membuat aristoteles mendapat julukan bapak logika.
Metode yang dikembangkan aristoteles dipandang tidak ilmia, terutama setelah munculnya Francis bacon, yang menulis buku novum organum (organon Baru) dengan maksud untuk mengkritik logika ariestoteles yang dianggapnya kekurangan aturan dan prinsip yang berguna untuk menetapkan hukum penalaran ilmiah.   
                                                                            


Daftar Pustaka
Salahudin. A. 2011. Filsafat Pendidikan. Bandung. CV Sustaka Setia
Magee. B. The Story Of Philosophy. Kanisius. (online)
Tersedia :
http://books.google.co.id/books?id
Ilmu & Aplikasi Pendidikan. Grasindo. (Online)
Tersedia :
http://books.google.co.id/books?id
Bertens. K. 1993. Sejarah filsafat Yunani: dari Thales ke Aristoteles. Kanisius. (Online)
Tersedia :
http://books.google.co.id/books?id
Hadiwijono. H. 1998. Sari Sejarah Filsafat Barat 1, cet. 15. Kanisius. Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar